TEBO BUKAN HANYA RIMBO BUJANG (Part-1)

Pilkada Tebo 2024 sudah diambang pintu. Mari kita tengok sejarah, sejak Kabupaten Tebo berdiri tahun 1999, belum pernah sekalipun dipimpin secara definitif oleh putra asli Tebo dari aliran Batanghari. Kecuali hanya satu atau dua orang sebagai pejabat sementara yang ditunjuk oleh Gubernur.

Selama puluhan tahun Tebo dipimpin warga pendatang seperti dari Batanghari (almarhum Majid Muaz) dan Sukandar dari Rimbo Bujang.

Namun selama itu pula warga aliran Batanghari Tebo sebagai penduduk asli sejak nenek moyangnya, tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan bahkan menerimanya dengan ikhlas. Tebo boleh dibilang sebagai daerah yang paling bisa menerima perbedaan tanpa pertikaian.

Tebo sangat menjunjung tinggi semangat nasionalisme dan pluralisme tanpa membedakan suku, agama, budaya dan sebagainya. Walau untuk semua itu, warga aliran Batanghari harus membayar dengan harga yang amat mahal yakni dengan minimnya pembangunan fisik dan non fisik di kawasan aliran Batanghari.

Jalan-jalan hancur, tebing-tebing runtuh, sawah-sawah kering tanpa irigasi, pengangguran terus bertambah dan lahan pertanian semakin sempit. Walau “dianaktirikan” dalam pembagunan, tetapi penduduk asli aliran Batanghari tetap sabar dan tetap menerima semua penduduk pendatang Rimbo bujang sebagai saudaranya.

Bahkan sudah banyak yang berasimilasi dengan ikatan perkawinan. Mereka bahkan rela menghabiskan uangnya berbelanja di pasar Rimbo bujang karena jauh lebih maju dibanding pasar Tebo yang nyaris tidak tersentuh pembangunan. Bahkan sengaja dibiarkan hancur dimakan usia.

Tetapi sangat disayangkan, ketika kita mencermati pidato politik calon Bupati Tebo Agus Rubianto (ARB) dan pendukungnya yakni seorang yang mengaku anggota DPRD Tebo bernama Siswanto dari Rimbo bujang, sungguh sangat menyayat hati warga aliran Batanghari sebagai tuan rumah di Kabupaten Tebo.

Pidato politik kedua tokoh asal pulau Jawa yang videonya sudah viral itu, benar-benar telah menciderai perasaan kemanusiaan dan semangat persatuan dan kesatuan yang sudah dibangun sejak 50 tahun silam dimulai kehadiran transmigrasi Rimbo Bujang di Tebo.

Mari kita simak kembali videonya di bawah ini :

https://drive.google.com/file/d/1V4xGyf0NwVfIQDOMmZv4LJqZ3QrAOIMl/view?usp=drivesdk

Tampak jelas niat mereka bahwa bila nanti kembali berkuasa hanya akan membangun Rimbo bujang saja. Padahal sepuluh tahun terakhir, APBD Tebo, APBD Provinsi dan APBN untuk pembangunan wilayah Kabupaten Tebo, justru lebih banyak dihabiskan untuk pembangunan tiga Kecamatan di Rimbo bujang.

Ternyata ARB dan Siswanto sangat berpikiran sempit. Dihati mereka Kabupaten Tebo hanyalah Rimbo bujang saja. Padahal masih ada sembilan Kecamatan lagi di luar Rimbo bujang. Mereka lupa, Aspan hanya dua tahun jadi pejabat bupati Tebo yang ditunjuk Gubernur.

Tahun pertama meneruskan kebijakan bupati Sukandar dan hanya sisa setahun; apa yang bisa dibuat? Siswanto sebagai wakil rakyat tidak memberikan narasi positif tapi justru terkesan menyebarkan kebohongan.

Dan kita tahu, selama 10 tahun Sukandar menjadi Bupati Tebo, justru ARB dan keluarga nyalah yang menguasai proyek-proyek di Tebo. Sebab ARB tidak lain adalah keponakan Sukandar sendiri. Hebatnya, warga Tebo aliran Batanghari dengan santunnya menyaksikan keserakahan itu terus berlangsung.

Agar Pilkada Tebo 2024 berjalan lancar dan damai, mari kita jaga persatuan dan kesatuan. Jangan pilih calon pemimpin yang berpikiran sempit dan picik karen bisa menimbulkan perpecahan umat. Tebo adalah satu, apapun suku dan agama serta budayanya. Yang kita hindari adalah pemimpin yang rakus dan anti keberagaman. Tebo butuh pemimpin yang berpengalaman, berwawasan kebangsaan yang luas dan cinta akan negeri ini. Tebo butuh pemimpin yang otaknya tidak hanya memonopoli proyek dan menumpuk kekayaan. Jabatan bupati bukanlah jabatan dinasti yang seenaknya untuk diwariskan turun temurun. Saatnya warga Tebo menjadi cerdas!! #gerakansapulidi #bersatuteguhbercerairuntuh #aliranbatangharibersatu

Penulis: M. Chudori, SE

Komentar