Muarabungo- Hiburan Tradisional Buai Keliling di Bumi Langkah Serentak Limbai Seayun, Kabupaten Bungo diperkirakan sudah ada sejak tahun 1960, bahkan tahun sebelumnya. Hingga saat ini masih bertahan, wisata tradisional hanya dijumpai setahun sekali pada saat perayaan hari Lebaran. Tampak semua desa dari pinggiran pusat perkotaan hingga sampai ke pelosok desa terpencil permainan ini didirikan oleh pemuda setempat.
Konon katanya, permainan tradisional yang menjadi turun temurun dari nenek moyang terdahulu sebuah panggung pencarian jodoh atau pasangan hidup para anak muda, Budak Bujang dan Gadis desa ( bahasa Bungo). Mitos atau fakta, berikut keterangan para totoh masyarakat.
Datuk Mahmut(90) salah satu tokoh masyarakat dusun Lubuk Kayu Aro, Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo-Jambi membenarkan, permainan “Buai Keliling” hiburan setiap perayaan hari lebaran memang menjadi sebuah ajang pencarian pasangan hidup pemuda dan pemudi desa.
” Kalau ada yang sebut, Permainan Buai Keliling ajang cari jodoh atau pasangan hidup. Itu benar sekali,” ujar Datuk Mahmut.
Lalu memaparkan, dimasa muda nya memadu kasih ( berpacaran), sangat tidak bebas karena diatur oleh ico pakai adat ( Hukum /aturan kampung) dan bagi yang melanggarnya akan dikenakan sangsi.
” Dulu, kalau mau melihat dan berkomunikasi, ada istilah bertandang , berselang padi. Itu semua juga ada garis pembatas oleh aturan adat istiadat..semua patuh,” katanya.
Dengan permainan Buai keliling pada perayaan hari lebaran, merupakan kesempatan mereka bertemu, bercerita dan berbicara serius untuk memilih pasangan hidup. Aturan Permainan Buai Keliling ada istilah ” Nyatar Budak Gadih” ( pasangan naik buai). Kesempatan tersebut mereka duduk berdekatan dan leluasa bercerita dan bercanda gurau.
” Siapa yang pintar pada saat momen ini mereka yang beruntung. Maka kerab kali pernikahan didesa terjadi sesudah lebaran,” fungkasnya.
Terpisah, Datuk Baihaki (70) juga merupakan tokoh masyarakat setempat bercerita sama. Tidak sedikit teman sebaya nya kala itu, menikah setelah lebaran karena adanya pembicaraan serius pada perayaan hari lebaran di atas permainan Buai keliling.
” Di Buai Keliling, kita leluasa menilai sopan santun dan Tutur kata dari perempuan yang impikan. Kita juga dilihat orang tua ,keluarga besar selama duduk di atas permainan Buai . Royalitas juga terlihat , karena kita bawa makanan dan minuman bekal selama menikmati permainan tersebut,” ujarnya .
Namun, sebaliknya diakui Datuk Baihaki tidak sedikit dari mereka juga mengakhiri hubungan karena cemburu buta dan lain sebagainya. Ia juga memberikan kesimpulan, benar permainan Buai keliling merupakan ajang hiburan tahunan dan pentas mencari jodoh. Hingga sampai saat ini. Maka hiburan Tradisional ini masih dipertahan ditengah modernnya zaman.
Kendati, bentuk dari permainan tradisional ini, Buai Keliling terdiri dari tiang utama dengan batan kayu besar 8 meter yang ditancapkan ke tanah, yang berlapis lesung kayu 1 mate juga terbuat dari jenis kayu pilihan. Kemudian dirangkum dengan berbagai kayu kecil, rotan sebagai penguat, dibuat tempat duduk dari empat sisi diatas bantalan kayu. (Bu)
Komentar